Model Pengembangan TIK dalam Pendidikan
Model Pengembangan TIK dalam Pendidikan
Sejarah pemanfaatan TIK dalam
pendidikan, khususnya dalam pembelajaran sangat dipengaruhi oleh
perkembangan prangkat keras TIK, khususnya komputer. Teemu Leinonen
(2005) membagi perkembangan tersebut kedalam 5 fase sebagaimana
dilustrasikan pada gambar berikut:
Fase pertama (akhir 1970an – awal 1980an) adalah faseprogramming, drill and practice.
Fase ini ditandai dengan penggunaan perangkat lunak komputer yang
menyajikan latihan-latihan praktis dan singkat, khususnya untuk mata
pelajaran matematika dan bahasa. Latihan-latihan ini hanya dapat
menstimulasi memori jangka pendek.
Fase kedua (akhir 1980an – awal 1990an) adalah fase computer based training (CBT) with multimedia (latihan
berbasis komputer dengan multimedia). Fase ini adalah era keemasan
CD-ROM dan komputer multimedia. Penggunaan CD-ROM dan komputer
multimedia ini diharapkan memberikan dampak signifikan terhadap proses
pembelajaran, karena kemampuannya menyajikan kombinasi teks, gambar,
animasi, dan video. Konsep pedagogis yang mendasari kombinasi kemampuan
ini adalah bahwa manusia memiliki perbedaan. Sebagian bias belajar
dengan baik kalau mempergunakan indra penglihatan, seperti menonton
filem/animasi, sebagian lainnya mungkin lebih baik kalau mendengarkan
atau membaca.
Fase ketiga (awal 1990an) adalah fase Internet-based training (IBT) (latihan berbasis
internet. Pada fase ini, internet
digunakan sebagai media pembelajaran. Hanya saja, pada saat itu, masih
terbatas pada penyajian teks dan gambar. Penggunaan animasi, video dan
audio masih sebatas ujicoba, sehingga dirasakan pemanfaatannya belum
maksimal untuk dapat menfasilitasi pembelajaran.
Fase keempat (akhir 1990an – awal 2000an) adalah fase e-learning yang
merupakan fase kematangan pembelajaran berbasis internet. Sejak itu
situs web yang menawarkan e-learning semakin bertambah, baik berupa
tawaran kursus dalam bentuk e-learning maupun paket LMS (learning
management system).
Bahkan saat ini sudah cukup banyak paket seperti itu ditawarkan secara gratis dalam
bentuk open source. Konsep pedagogik yang mendasari adalah bahwa pembelajaran
membutuhkan interaksi sosial antara
siswa dan siswa dan antara siswa dan guru. Dengan perangkat lunak LMS,
siswa dapat bertanya kepada temannya atau kepada guru apabila dia tidak
memahami materi yang telah dibacanya.
Fase kelima (akhir 2000) adalah fase social software + free and open content.
Fase ini ditandai dengan banyaknya bermunculan perangkat lunak
pembelajaran dan konten pembelajaran gratis yang mudah diakses baik oleh
guru maupun siswa, yang selanjutnya dapat diedit dan dimanipulasi
sesuai dengan kebutuhan. Konsep pedagogik yang mendasari fase ini adalah
teori kontstruktivis sosial. Dalam konteks ini, pembelajaran melalui
komputer terjadi tidak hanya menerima materi dari internet saja
misalnya, tapi dimungkinkan dengan membagi gagasan dan pendapat.
Peranan TIK dalam pendidikan yang
diuaraikan di atas mengisyaratkan bahwa pengembangan TIK untuk mendukung
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah sesuatu yang mutlak.
Dalam Renstra Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005-2009, program
pengembangan TIK bidang pendidikan akan dilaksanakan melalui tahap-tahap
sebagai berikut.
- Tahap pertama meliputi (a) merancang sistem jaringan yang mencakup jaringan internet, yang menghubungkan sekolah-sekolah dengan pusat data dan aplikasi, serta jaringan internet sebagai sarana dan media komunikasi dan informasi di sekolah, (b) merancang dan membuat aplikasi database, (c) merancang dan membuat aplikasi manajemen untuk pengelolaan pendidikan di pusat, daerah, dan sekolah, dan (d) merancang dan membuat aplikasi pembelajaran berbasis web, multimedia, dan interaktif.
- Tahap kedua meliputi (a) melakukan implementasi sistem pada sekolah-sekolah di Indonesia yang meliputi pengadaan sarana/prasarana TIK dan pelatihan tenaga pelaksana dan guru dan (b) merancang dan membuat aplikasi pembelajaran.
- Tahap ketiga dan keempat adalah tahap memperluas implementasi sistem di sekolahsekolah.
Uraian di atas lebih berfokus pada
tahapan-tahapan yang diharapkan dilakukan Depdiknas dalam kurung waktu
tahun 2005-2009 dalam rangka pengembangan TIK dalam pendidikan. Dalam
merealisasikan rencana ini, Depdiknas membangun ICT CenterKabupaten/Kota melalui Program Jardiknas yang terdiri atas jaringan komputer, internet, dan TV Edukasi. ICT Center ini
akan terkoneksi dengan sekolah-sekolah dan kantor dinas pendidikan
sebagaimana digambarkan pada gambar 2. Selain itu, guru perlu juga
diperlengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk
menggunakan perangkat TIK. Untuk itu, manajemen sekolah perlu mengetahui
kesiapan dan pelatihan TIK yang dibutuhkan guru. Instrumen pada
lampiran dapat digunakan untuk tujuan ini.
Penelitian tentang pengembangan TIK di negara-negara maju dan sedang berkembang
menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya ada empat pendekatan mengenai pemanfaatan
TIK oleh sistem pendidikan dan sekolah. Keempat pendekatan ini merupakan tahapan
kontinum, yang oleh UNESCO diistilahkan dengan pendekatanemerging, applying,
infusing, dan transforming.
Pendekatan Emerging dicirikan
dengan pemanfaatan TIK oleh sekolah pada tahap permulaan. Pada
pendekatan ini, sekolah baru memulai membeli atau membiayai
infrastruktur TIK, baik berupa perangkat keras maupun perangkat lunak. Kemampuan
TIK guru-guru dan staf administrasi
sekolah masih berada pada tahap memulai eksplorasi penggunaan TIK untuk
tujuan manajemen dan menambahkan TIK pada kurikulum. Pada tahap ini
sekolah masih menerapkan sistem pembelajaran konvensional, akan tetapi
sudah ada kepedulian tentang bagaimana pentingnya penggunaan TIK
tersebut dalam konteks pendidikan.
Pendekatan Applying dicirikan
dengan sudah adanya pemahaman tentang kontribusi dan upaya menerapkan
TIK dalam konteks manajemen sekolah dan pembelajaran. Para tenaga
pendidik dan kependidikan telah menggunakan TIK untuk tugas-tugas yang
berkaitan dengan manajemen sekolah dan tugas-tugas berdasarkan
kurikulum. Sekolah juga sudah mencoba mengadaptasi kurikulum agar dapat
lebih banyak menggunakan TIK dalam berbagai mata pelajaran dengan
piranti lunak yang tertentu.
Pendekatan Infusing menuntut
adanya upaya untuk mengintegrasikan dan memasukkan TIK ke dalam
kurikulum. Pada pendekatan ini, sekolah telah menerapkan teknologi
berbasis komputer di laboratorium, kelas, dan bagian administrasi. Guru
berada pada tahap mengeksplorasi cara atau metode baru di mana TIK
mengubah produktivitas dan pekerjaan profesional mereka.
Pendekatan Transforming dicirikan
dengan adanya upaya sekolah untuk merencanakan dan memperbaharui
organisasinya dengan cara yang lebih kreatif. TIK menjadi bagian
integral dengan kegiatan pribadi dan kegiatan profesional sehari-hari.
Fokus kurikulum mengacu pada learner-centered (berpusat
pada peserta didik) dan mengintegrasikan mata pelajaran dengan dunia
nyata. TIK diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri dengan level
profesional dan disesuaikan dengan bidang-bidang pekerjaan. Sekolah
sudah menjadi pusat pembelajaran untuk para komunitasnya.
Dalam konteks belajar mengajar dan kaitannya dengan keempat pendekatan yang
disebutkan sebelumnya, terdapat pula 4
tahap yang berkaitan dengan bagaimana guru dan peserta didik
mempelajari dan menemukan percaya diri mereka dalam menggunakan TIK.
Keempat tahap tersebut adalah menemukan/mengenali (discovering), belajar
bagaimana (learning how), mengerti bagaimana dan kapan (understanding
how andwhen), dan menjadi ahli (specializing) dalam penggunaan perangkat
TIK.
Pada tahap pertama, guru dan siswa baru mencoba menemu-kenali fungsi dan kegunaan perangkat TIK. Tahap ini berkaitan dengan tahap emerging, yang menekankan pada kemelekan TIK (ICT literacy) dan keterampilan dasar.
Tahap kedua,
belajar bagaimana menggunakan perangkat TIK, menekankan pada bagaimana
memanfaatkan perangkat-perangkat TIK tersebut dalam berbagai disiplin.
Tahap ini meliputi penggunaan aplikasi umum dan khusus TIK, dan
berkaitan dengan tahapapplying.
Tahap ketiga mengacu
pada pemahaman bagaimana dan kapan menggunakan perangkat TIK untuk
mencapai tujuan tertentu, seperti menyelesaikan tugas-tugas tertentu.
Ini menekankan pada kemampuan membaca situasi kapan TIK dapat membantu,
memilih perangkat yang sesuai untuk tugas tertentu, dan menggunakan
perangkat ini untuk memecahkan masalah yang sebenarnya. Tahap ini
berkaitan dengan pendekatan infusing dan transforming dalam hal pengembangan TIK.
Tahap keempat mengacu
pada bagaimana menjadi ahli dalam penggunaan perangkat TIK. Pada tahap
ini, siswa mempelajari TIK sebagai mata pelajaran yang membawa mereka
untuk menjadi ahli. Hal ini lebih mengarah kepada pendidikan kejuruan
atau profesional dan berbeda dengan tahap sebelumnya.
Dalam konteks kemampuan menggunakan
TIK di masyarakat, UNESCO (2004) mengemukakan beberapa alasan untuk
mengembangkan penggunaan TIK dalam system pendidikan, yaitu (i) untuk
mengembangkan atribut pengetahuan-masyarakat bagi siswa, termasuk
pengembangan keterampilan berfikir tingkat tinggi, kebiasaan belajar
sepanjang hayat, dan kemampuan berfikir secara kritis, mengkomunikasikan
dan mengkolaborasikan, mengakses, mengevaluasi dan mensintesis
informasi, (ii) untuk mengembangkan keterampilan dan kompetensi TIK pada
diri siswa, sebagai bekal yang dapat digunakan untuk memanfaatkan TIK
dalam duania kerja dan masyarakat, (iii) untuk mengatasi masalah dalam
dunia pendidikan, antara lain termasuk penggunaan TIK untuk meningkatkan
efesiensi kegiatan administrasi dan pengajaran, mengatasi keterbatasan
sumber bahan dalam bidang tertentu (misalnya kekurangan buku teks atau
sumber belajar), mengatasi isu pemerataan melalui perluasan akses
terhadap pengetahuan, sumber dan keahlian, atau bahkan membantu
guru-guru yang mungkin kurang diperlengkapi dengan sumber belajar yang
cukup.
Komentar
Posting Komentar